Senin, 15 Agustus 2011

Pernak- pernik Sertifikasi Guru


Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2010
Rayon 12


1.      Persyaratan Umum
a.     Guru yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan Nasional yaitu guru yang mengajar di sekolah umum, kecuali guru Agama. Sertifikasi guru bagi guru Agama (termasuk guru Agama yang memiliki NIP 13) dan semua guru yang mengajar di Madrasah (termasuk guru bidang studi umum yang memiliki NIP 13) diselenggarakan oleh Kementerian Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari Kementerian Agama. Sesuai Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/2007, Nomor 4823/F/SE/2007 Tahun 2007.
b.     Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan:
1) bagi yang bukandari guru harus diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), atau
2) bagi yang diangkatsetelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru tetapi memiliki pengalaman formal sebagai guru.
Contoh 1:
Seorang pengawas A yang tidak pernah menjadi guru dialihtugaskan dari pejabat struktural menjadi pengawas pada bulan September 2008. Pengawas A dapat mengikuti sertifikasi guru karena diangkat sebagai pengawas sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru ditetapkan.
Contoh 2:
Seorang pengawas B dialihtugaskandari pejabat struktural menjadi pengawas pada bulan Mei 2009. Pengawas B memiliki pengalaman mengajar selama 15 tahun sebagai guru Olahraga. Pengawas B dapat mengikuti sertifikasi guru meskipun diangkat sebagai pengawas setelah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru ditetapkan karena pengawas B tersebut pernah menjadi guru.
Contoh 3:
Seorang pengawas C yang tidakpernah menjadi guru dialihtugaskan dari pejabat struktural menjadi pengawas pada bulan Mei 2009. Pengawas C tidak dapat mengikuti sertifikasi guru karena diangkat sebagai pengawas bukan dari guru setelah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru ditetapkan.
c.    Guru bukan PNS harus memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan, sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/kota.
d.     Pada tanggal 1 Januari 2011 belum memasuki usia 60 tahun.
e.     Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
2.     Persyaratan Khusus untuk Uji Kompetensi melalui Penilaian Portofolio
a.     Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang memiliki izin penyelenggaraan
b.     Memiliki masa kerja sebagai guru (PNS atau bukan PNS) minimal 5 tahun pada suatu satuan pendidikan dan pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terbit yang bersangkutan sudah menjadi guru. (Contoh perhitungan masa kerja lihat urutan prioritas penetapan peserta pada Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta, BAB III)
c.      Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila sudah:
1)     Pada 1 Januari 2010 mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, atau
2)     mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
3.      Persyaratan Khusus untuk Guru yang diberi Sertifikat secara Langsung
a.    Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.
b.   Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.

Pedoman
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2010

Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara berbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi guru agar pesan Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.

Salah satu bagian penting dalam sertifikasi guru adalah rekrutmen dan penetapan calon pesertanya. Untuk itu diperlukan sebuah pedoman yang dapat  menjadi acuan bagi dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), kepala sekolah, guru, guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, dan unsur lain yang terkait dalam sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2010.
  
PEDOMAN SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2010
  • Buku 1 berisi Pedoman Penetapan Peserta
  • Buku 2 berisi Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru
  • Buku 3 berisi Pedoman Penyusunan Portofolio
  • Buku 4 berisi Rambu-Rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
  • Suplemen Buku 3 tahun 2010 (Ped. PF Pengawas) berisi Pedoman Penyusunan Portofolio (Khusus Guru yang Diangkat Dalam Jabatan Pengawas Satuan Pendidikan)
Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2010 selengkapnya dapat diunduh/download di sini

Inpassing
  1. Persyaratan
    Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekailgus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil. Atas dasar itu, Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil yang dapat ditetapkan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya adalah:

    1. Guru tetap yang mengajar pada satuan pendidikan, TK/TKLB/RA/BA atau yang sederajat; SD/SDLB/MI atau yang sederajat; SMP/SMPLB/MTs atau yang sederajat; dan SMA/SMK/SMALB/MA/MAK atau yang sederajat, yang telah memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Dinas Pendidikan Provinsi setempat. Guru dimaksud adalah guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah dan yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan.
    2. Kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV
    3. Masa kerja sebagai guru sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun berturut-turut pada satmingkal yang sama.
    4. Usia setinggi-tingginya 59 tahun pada saat diusulkan.
    5. Telah memiliki NUPTK yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 
    6. Melampirkan syarat-syarat administratif :
      1. Salinan/fotokopi sah surat keputusan tentang pengangkatan atau penugasan sebagai guru tetap yang ditandatangani oleh yayasan/penyelenggara satuan pendidikan yang mempunyai izin operasional tempat satuan administrasi pangkal (satmingkal) guru yang bersangkutan.
      2. Salinan atau fotokopi ijazah terakhir yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku (Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang menerbitkan ijasah dimaksud).
      3. Surat keterangan asli dari kepala sekolah/madrasah bahwa yang bersangkutan melakukan kegiatan proses pembelajaran/pembimbingan pada satmingkal guru yang bersangkutan.  


  1. Prosedur Pengusulan
Prosedur pengusulan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya adalah sebagai berikut:

    1. Kepala sekolah/madrasah jenjang TK/RA/BA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA/MAK atau yang sederajat, meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan, dan mengusulkannya ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan menggunakan Format 1 (Lampiran 1).
    2. Kepala sekolah/madrasah jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB atau yang sederajat meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan, dan mengusulkannya ke Dinas Pendidikan Provinsi, dengan menggunakan Format 1 (Lampiran 1).
    3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah seperti tersebut pada butir 1 (satu) dan mengusulkannya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.b. Direktur Profesi Pendidik dengan menggunakan Format 2 (Lampiran 2).
4.      Kepala Dinas Pendidikan Provinsi meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah seperti tersebut pada butir 2 (dua) dan mengusulkannya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.b. Direktur Profesi Pendidik dengan menggunakan Format 2 (Lampiran 2).

    1. Direktorat Profesi Pendidik meneliti dan menilai kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau Dinas Pendidikan Provinsi. Selanjutnya Direktorat Profesi berdasarkan hasil penilaian mengusulkan ke Menteri Pendidikan Nasional melalui Kepala Biro Kepegawaian untuk ditetapkan Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya, dengan menggunakan Format 3 (Lampiran 3).
    2. Kepala Biro Kepegawaian meneliti hasil penilaian kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik usulan penetapan inpassing dari Direktur Profesi Pendidik untuk ditetapkan Inpassing Jabatan Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya, dengan menggunakan Format 4 (Lampiran 4).

Jumat, 04 Maret 2011

NORMA TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA


     Norma TKJI


TABEL: 1
Nilai Tes Kesegaran Jasmani Indonesia
Umur 10 s.d 12 tahun putra

Nilai
Lari 40 meter
Gantung Siku tekuk
( dedik )
Baring Duduk
( 30” )
Loncat Tegak
Cm
Lari 600 meter
5
Sd- 6.3”
51” keatas
23 keatas
46 keatas
Sd  2’.09”
4
6.4”- 6.9”
31”- 50”
18- 22
38- 45
2’.10”- 2’.30”
3
7.0”- 7.7”
15”- 30”
12- 17
31- 37
2’.31”- 2’.45”
2
7.8”- 8.8”
5”- 14”
4- 11
24- 30
2’.46”- 3’.44”
1
8.9”- dst
4”- dst
0-      3
23 dst
3’.45” dst
(Sumber Depdikbud, 1995:28 )



TABEL: 2
Tabel Norma Nilai Tes Kesegaran Jasmani Indonesia

No
Jumlah Nilai
Klasifikasi
Katagori
1
22- 25
Baik Sekali
BS
2
18- 21
Baik
B
3
14- 17
Sedang
S
4
10- 13
Kurang
K
5
6- 9
Kurang Sekali
KS
(Sumber Depdikbud, 1995:28 )



TABEL: 3
Norma Tes Kesegaran Jasmani Indonesia

Item Tes Kesegaran Jasmani
Jumlah Nilai
Identifikasi
Lari 40m
Gantung siku tekuk
Baring duduk
Lompat tegak
Lari 600m
22-25
Baik sekali         (BS)
18-21
Baik                    (B)
14-17
Sedang                (S)
10-13
Kurang                (K)
6-9
Kurang sekali     (KS)

(Sumber: Depdiknas, 2003: 25)

Rabu, 16 Februari 2011

RENCANA SEKOLAH OLAHRAGA DI KOTA TEGAL TAHUN 2011

Atlet potensial cabor Tenis Meja
SEKOLAH OLAHRAGA

Rencana pendirian sekolah olahraga di Kota Tegal mendapat dukungan kalangan pendidik sebagai ide positif, apalagi dikaitkan dengan  upaya mendongkrak prestasi olahraga  PORDA JATENG TAHUN 2013. Hanya saja,  sebelum pendirian itu terwujud, hendaknya perlu dilakukan  kajian mendalam dari semua sisi, sehingga dalam perjalanan nanti benar-benar tidak “ berhenti ditengah jalan, mandeg ” seperti program yang sudah- sudah, menghilang tanpa hasil yang diharapkan. Untuk itu pendirian sekolah olahraga di Kota Tegal dapat terlaksana dengan terprogram/ terencana dan berkesinambungan, sehingga benar- benar menghasilkan/ mencetak atlet- atlet yang potensial/ berprestasi.
Dinas Pendidikan UPPD Kec Tegal Barat Kota Tegal dalam upaya mendukung terlaksananya sekolah olahraga di Kota Tegal mensosialisasikan/ mempersiapkan dengan guru- guru olahraga melalui kelompok KKG penjasorkes UPPD Kec Tegal Barat Kota Tegal pada tanggal 27 s.d 29 Juli 2010 yang dilaksanakan di Kampus Unnes Kota Tegal pelatihan 13 cabang olahraga dan manajemen/ administrasi olahraga prestasi.
Rencana pendirian sekolah olahraga di Kota Tegal semoga dapat terliasasi dengan harapan “ i’ts now, or never “ amin.

Senin, 14 Februari 2011

PELATIHAN KKG PENJASORKES SD KOTA TEGAL TAHUN 2010

Foto Peserta dengan Drs, Samsudin, M.Pd
BINTEK KKG PENJASORKES SD SE_ KOTA TEGAL TAHU 2010
Oleh: Bambang Rusjianto, S.Pd.

Dinas Pendidikan Kota Tegal mengadakan Kegiatan Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD Se_ Kota Tegal selama tiga hari : 27 s.d 29 Juli 2010 yang dilaksanakan di Kampus Unnes Kota Tegal.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tegal, S. Budiastuti, SH pada sambutan pembukaan acara tersebut menyatakan, guru penjasorkes hendaknya selalu meningkatkan kompetensi pendidikan.
            Dengan memanjatkan puji syukur serta berkat rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tegal, Ibu S. Budiastuti, SH membuka Kegiatan Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD Se_ Kota Tegal 2010. Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025 dapat diwujudkan.
            Hasrat mulia tersebut, direkomendasikan untuk ditempuh dalam empat tahapan, dengan periode lima tahunan. Periode 2005-2010 diarahkan dalam rangka peningkatan kapasitas dan modernitas sistem pendidikan. Periode 2010-1015 adalah peningkatan dan penguatan pelayanan pendidikan pada tingkat nasional. Periode 1015-1020 adalah penguatan daya saing pada tingkat regional. Sedangkan periode 2020-2025 adalah penguatan daya saing pada tingkat internasional.
            Insya Allah, berkat kerja keras semua pihak, Kegiatan Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD ini akan dapat mengantarkan hasrat menuju Kota Tegal Cerdas dan Kompetitif pada Tahun 2011
            Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD Se_ Kota Tegal 2010 ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan hasrat mulia tersebut. Rencana program serta sumber daya yang tersedia pada periode ini difokuskan kepada: 1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; serta yang tidak kalah pentingnya adalah 3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik seluruh jajaran pendidikan di pusat dan daerah.
            Upaya mewujudkan hal tersebut di atas merupakan suatu pekerjaan yang sangat berat. Oleh karena itu, diperlukan tekad yang kuat disertai dengan tindakan yang sungguh-sungguh, mulai dari tingkat pemerintah pusat, pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan unsur masyarakat lainnya.
            Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD Se_ Kota Tegal 2010 diikuti 50 guru SD dari 4 Kecamatan Se_ Kota Tegal dengan Materi Senam, Pengembangan Pebelajaran Pendidikan Jasmani, Pendidikan Permainan Bola Voli dan Permainan Bola Kecil.
            Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD Se_ Kota Tegal 2010 dengan pengisi materi Senam Artestik dan Ritmik oleh bapak Tommy Soenyoto, S.Pd,M.Pd, dari Unnes Semarang, Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Jasmani oleh bapak DR. Samsudin dari UNJ Jakarta, Permainan Bola Voli oleh bapak Novem, S.Pd dari Unnes Kampus Tegal, Permainan Bola Kecil oleh bapak Drs. Sunoto dari Unnes Kampus Tegal
            Akhirnya,  jajaran Dinas Pendidikan Kota Tegal mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari semua pihak, demi suksesnya pelaksanaan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan dalam Pelatihan Kelompok Kerja Guru Penjasorkes SD ini. Semoga Dinas Pendidikan Kota Tegal yang mulia ini mendapat ridho Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
Penulis : Bambang Rusjianto, S.Pd. guru Penjasorkes SD Negeri Kemandugan 01 Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal


Kamis, 05 Agustus 2010

Aktivitas Ritmik

AKTIVITAS RITMIK (Bagian I)
Oleh : Bambang Rusjianto, S.Pd.

ABSTRAK
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dilaksanakan di sekolah, berkembang mengikuti dan sesuai dengan kurikulum pendidikan yang dikembangkan di Indonesia.
BAB I
PENGANTAR

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dilaksanakan di sekolah, berkembang mengikuti dan sesuai dengan kurikulum pendidikan yang dikembangkan di Indonesia. Pengembangan kurikulum yang secara umum “katanya“ disesuaikan dengan perkembangan jaman dan melalui riset yang mendalam, membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan yang tidak hanya sekedar pada perubahan nama, melainkan juga pada tatanan kurikulum serta perangkat dan isi yang terkandung di dalamnya.
Perubahan nama pada setiap mata pelajaran termasuk di dalamnya “pendidikan jasmani” “pendidikan gerak” “gerak badan” “pendidikan olahraga” “olahraga pendidikan” “pendidikan olahraga dan kesehatan” “pendidikan jasmani dan olahraga” “pendidikan jasmani dan kesehatan” “pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan” atau apalah namanya, tentu berimplikasi pada perubahan substansi yang akan disajikan. Perihal yang seperti inilah yang terkadang terlewatkan, karena nyatanya perubahan nama mata pelajaran terutama pendidikan jasmani sering kali tidak terlebih dahulu menilik dan mendasarkan pada azas dan falsafah ilmu yang melandasinya. Jika kita berbicara mengenai mata pelajaran ini, maka dasar landasannya adalah ilmu keolahragaan yang salah satu mata kajiannya adalah “sosiokinetika” atau yang diartikan secara harfiah sebagai pendidikan jasmani (pohon ilmu keolahragaan, sebagai ilmu mandiri). Belum lagi berbicara mengenai potensi pendidik yang dimiliki negeri ini, yang menyangkut modal dasar yang diperoleh oleh calon guru pendidikan jasmani ketika menempuh pendidikan keguruan, serta sekian banyak sub sistem bagi terselenggarakannya pendidikan jasmani di sekolah secara ideal.
Kebijakan pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi yang dalam pelaksanaannya dapat disusun dan dikembangkan pada tingkat satuan pendidikan (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)), mata pelajaran pendidikan jasmani dengan pembatasan enam ruang lingkup pendidikan gerak dan satu pendidikan kesehatan, merupakan bukti betapa perubahan (mata pelajaran pendidikan jasmani) tidak memperhatikan keterbatasan potensi yang dimiliki oleh guru mata pelajaran ini di Indonesia. Salah satu contoh nyata adalah ketidakmungkinan seorang guru pendidkan jasmani memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai penanggulangan bencana alam, kebakaran, HIV – Aids, hingga perilaku seks bebas pada remaja. Walaupun dengan alasan, bahwa tidak semua kompetensi dasar yang dituliskan harus dipenuhi, dan seiring berjalannya waktu, bagi guru diberikan “in service training” untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya, tetapi pertanyaan yang muncul kemudian adalah “seberapa banyak dan cepat guru mampu memahami hal ini (memilih kompetensi dasar), dan seberapa banyak guru yang mendapat kesempatan untuk itu (pendidikan dan pelatihan dalam in service training)?”
Sebagai bagian dari pihak yang harus turut bertanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas profesionalisme guru pendidikan jasmani di tanah air, penulis menyampaikan permasalahan di atas sebagai otokritik, sehingga semua pihak menyadari kenyataan yang ada, dan akhirnya berusaha bersama untuk mencari pemecahan masalah, atau paling tidak mengurangi permasalahan dan mencegah timbulnya permasalahan baru.
Kehadiran tulisan dalam bentuk cerita yang disajikan secara ringan ini, dimaksudkan untuk memberikan tambahan sumber informasi bagi guru terutama, serta siapapun yang memerlukannya tanpa harus merasa “digurui”, sehingga setidaknya dapat memenuhi keinginan untuk mengurangi permasalahan yang harus dihadapi oleh guru pendidikan jasmani atau pihak-pihak terkait lainnya.
Buku ini membahas tentang berbagai hal yang berhubungan dengan senam aerobik sebagai salah satu sub ruang lingkup aktivitas ritmik dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, dalam KTSP, serta senam aerobik secara umum yang dapat dilakukan oleh siapapun. Bagian-bagian dalam buku ini terdiri dari cerita ringan mengenai masuknya senam aerobik sebagai salah satu aktivitas ritmik dalam mata pelajaran, apa dan bagaimana melakukan senam aerobik, bagaimana menyelengggarakan pembelajaran dan pelatihan senam aerobik, serta bagaimana melakukan penilaian senam aerobik baik dalam pembelajaran, pelatihan, maupun perlombaan.
“Selamat pagi!” suara Pak Umar yang pagi itu raut mukanya tampak cerah ceria laksana penjudi yang habis menang lotre terdengar mengawali pembicaraan dengan Pak Bakri. “Pagi Pak!”, Sahut guru setengah baya yang sudah 6 tahun ini mengajar “olahraga” berlebel PNS, di SMP Negeri Pucanganom, sekolah di tengah sawah di sebuah kecamatan yang tidak terlalu terpencil di tanah air yang sebelah baratnya berbatasan langsung dengan pagar kuburan “winingit” sebagaimana yang dipercaya oleh orang-orang kampung setempat.
“Piye (bagaimana) Pak?” tanya Pak Bakri. “Apane sing piye?” Pak Umar balik bertanya. “Loh, panjenengan rak habis nderek sosialisasi KTSP di MGMP toh, mbok ya cerita, idhep-idhep pengimbasan dengan rekan sejawat gitu loh!” tegas Pak Bakri.
“Ooo..., masalah itu, makin lama jadi guru rasanya kok makin susah!” keluh Pak Umar yang umurnya baru sekitar empat puluhan dan baru serius mengajar di sekolah selama kurang lebih sepuluh tahun, tapi merasa sudah tua dan lama sekali menjalankan profesi sebagai pengajar. Perlu diketahui bahwa Pak Umar beberapa tahun setelah tamat dari Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, jurusan POR tidak langsung mengajar, tetapi lebih sering tarkam bolavoli dan sesekali menjadi pelatih PORDA di kabupatennya, memulai cerita.
“Loh kok gitu?” sergah Pak Bakri, “Iya, lha wong beberapa bulan lalu kita baru mau coba serius ngembangin kurikulum KBK, lha kok tiba-tiba kita harus ganti kurikulum KTSP. Masih lebih baik ada pameo setiap ganti menteri, ganti kurikulum, lha ini belum sempet ganti tas yang isinya dokumen KBK, eh.... nongol KTSP.” lanjut Pak Umar dengan cassing mukanya yang setipe dengan hape keluaran tahun sembilan puluhan. “Biasanya kritis Pak?” tanya Pak Bakri, “panjenengan kan biasanya langsung protes kalau ada hal yang ngga cocok?”
“Iya!” jawab Pak Umar yang merasa mendapat angin untuk show of apa yang dia sudah lakukan. “Terus jawab Pak instrukturnya?” kejar Pak Bakri yang kalau penasaran lama-lama mirip petugas sensus yang dikejar target laporan.
“Beliau sich jawabannya diplomatis, katanya ganti kurikulum bukan urusan ganti menteri atau pejabat, bukan urusan proyek-proyekan karena pejabat dan instansi terkait pasti punya banyak kegiatan ketika ada “barang” baru yang harus disusun dan disosialisasikan, lalu dimonitor dan dievaluasi, bukan juga karena alasan konsultan baru “lokal” yang alumni universitas terkenal di luar negeri yang mau membawa perubahan sesuai dengan seleranya, melainkan semata-mata karena pertimbangan kebutuhan yang sesuai dengan kemajuan jaman yang semakin mengglobal dan menggombal, dan didasarkan pada research para ahli kurikulum di negeri ini.” Dan jangan lupa juga loh, Pak instruktur dari lembaga yang memiliki otoritas tertinggi menangani kurikulum di negeri ini juga menyertakan data-data index apa.... gitu yang saya juga ngga hafal namanya.
Tetapi intinya bangsa kita ini sudah jauh tertinggal dibanding dengan negara tetangga lain, bahkan dengan Malaysia sekalipun, yang satu atau dua dekade lalu masih impor guru dari negara kita.” Cerita Pak Umar yang tidak kalah diplomatis dibanding instruktur yang dia ceritakan. “Terus panjenengan percaya gitu aja, ngga nanya kenapa musti berubah nama kalau intinya ngga jauh beda? Toh di lapangan yang kita laksanakan juga sama aja kaya kurikulum sebelumnya. Sudah sesuai atau belum dengan tingkat perkembangan motorik anak kalau memang didasarkan pada research, bagaimana dengan kemampuan kita sendiri sebagai guru yang merasa tidak mendapatkan sesuatu yang harus kita ajarkan selama kita kuliah.” Pak Bakri coba mengejar.
Pergantian kurikulum didasarkan pada penelitian berbagai aspek yang mempengaruhi.
Perubahan diperlukan sebagai pemenuhan kebutuhan relevansi atas tantangan jaman yang terus berkembang secara pesat, kompleks, dan jauh meninggalkan kualitas bangsa kita.
“Sama bagaimana to Pak? KTSP ini jelas beda, wong kita bersama sekolah diberi kesempatan mengembangkan materi, indikator, kegiatan pembelajaran, sampai ke sistem penilaian dan pemilihan sumber kok, bahkan kita berhak memilih kompetensi dasar yang akan kita tuntaskan terlebih dahulu, dan adanya kelonggaran terhadap berbagai lingkup yang bertanda bintang (dalam standar isi) untuk dilaksanakan di semester ganjil atau genap, bahkan bisa tidak kita laksanakan karena pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kebutuhan. Kalau sekolah kita sendiri belum bisa mengembangkan kita bisa minta bantuan dari sekolah lain, atau ke dinas pendidikan dech!” jelas Pak Umar tanpa putus layaknya juru kampanye partai yang sebentar lagi mau pemilihan parlemen. “Lagian kalau saya mau protes dan kebanyakan bertanya, rasanya ngga enak Pak. Guru kan tatarannya pelaksana kebijakan bukan penyusun, kritikus, atau bahkan penentu kebijakan.”
Perhatikan tanda (*, **, ***) pada setiap akhir penulisan standar kompetensi dan kompetensi dasar pada standar isi permendiknas no. 22 tahun 2005, serta perhatikan dan cermati keterangannya.
“Loh Pak, katanya kalau di kegiatan sosialisasi “kesadaran politis” kita juga dibangkitkan Pak? Biar jadi guru itu kritis dan ngga manut grubyuk (ikut-ikutan) gitu....” kali ini nada Pak Bakri agak sinis karena dia tahu betul kebiasaan Pak Umar yang rasa keingintahuannya melebihi tokoh Chelsea pada sinetron para pencari Tuhan garapan Dedy Mizwar yang ditayangkan di bulan puasa lalu. “Lagian kalau betul seperti yang Pak Umar jelaskan tadi, apa yang bikin tambah susah jadi guru? Kalau saya pikir......., ternyata komitmen kita untuk secara sungguh-sungguh melaksankan standar profesi kita yang membuat kita merasa kesulitan. Sebenarnya kan kita sebagai guru “olahraga” memang dipersiapkan untuk melaksanakan pembelajaran seperti yang diharapkan pada kurikulum yang sekarang ini kan? Saking aja kita suka ngga pede, walaupun kita sadar sepenuhnya memang masih banyak kekurangan, dan karena itulah kita memilih untuk menjadi guru biar setiap saat mau belajar dan belajar terus.” kali ini Pak Bakri yag seolah-olah menjadi instruktur sosialisasi.  “Gimana kita bisa pede?...., kita ini, bahkan teman-teman kita “orang penjas” yang kerja di berbagai instansi kependidikan sering kali “dimatikan” oleh pihak-pihak tertentu yang sebenarnya ngga paham penjas tetapi punya kekuasaan. Istilahnya, ya.... kita ini jadi “mati sebelum mati”,” kilah Pak Umar.  “Saya sebenarnya setuju Pak, apa yang telah kita lakukan ya itulah yang dimaui kurikulum. Tapi, sepulang dari kegiatan kemarin saya berusaha buka kembali dokumen, ternyata setelah saya itung-itung, saya sepertinya baru bisa melaksanakan kompetensi dasar yang ada pada lingkup olahraga dan permainan meliputi atletik, bola besar, bola kecil, beladiri itupun fifty-fifty, lingkup uji diri baru yang sangat dasar, tapi untuk aktivitas air kita ngga punya sarana walaupun bisa, aktivitas pengembangan ok, sisanya aktivitas ritmik dan pendidikan luar kelas rasanya saya tidak cukup mampu karena memang pembekalan untuk kita kurang, apalagi kesehatan rasanya itu bukan kerjaan guru, dan bukan saja pekerjaan seorang dokter, tapi juga penyuluh kesehatan, pemadam kebakaran, bahkan basarnas, saya tidak tahu seks bebas, karena saya ngga penah merasakan he...he...” keluh Pak Umar sambil nyengir. “Terus kalau sudah begini, kita pasang target ketuntasan belajar anak-anak kita berapa persen ya Pak?” Pak Umar balik bertanya. “70% atau 80% aja Pak!” seru Pak Bakri “Dasarnya apa Pak, terus itu berdasarkan kata siapa Pak?” tanya Pak Umar lagi.
“Kate siape kek! Situ yang sosialisasi, kok situ yang tanya.” jawab Pak Bakri agak kurang ajar dengan gaya sok Betawi karena memang dia pernah kerja sebagai “pengepool” besi bekas di daerah Pulogadung Jakarta Timur.
“Kate siape donk......?” tiba-tiba terdengar suara dari Ibu Beki guru BK yang ngakunya sebagai konselor yang memang biasa “nguping,” mencampuri urusan orang lain, dan hobi nyeletuk kalau ada orang ngomong.
“Iye, ye, kate siape ye.....? Jadi malu ike.” tutur Pak Umar yang memang punya bakat “ngebencong” pergi keluar ruang guru sambil “nenteng” buku absen.
Batas ketuntasan hasil belajar siswa ideal adalah 100%
Penentuan batas ketuntasan pada masing-masing mata pelajaran, serta masing-masing sekolah bisa saja berbeda Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah; kemampuan awal siswa, cakupan dan kompleksitas kompetensi, kebutuhan akan kompetensi dalam kehidupan nyata (kontekstual), serta potensi pendukung dan penghambat
Persentasi dari ketuntasan ideal dapat dihitung melalui; 1. berapa persen dari keseluruhan standar kompetensi, 2. berapa persen dari keseluruhan kompetensi dasar, atau 3. berapa persen dari keseluruhan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dalam satu kompetensi dasar oleh seluruh indikator yang harus diperlihatkan oleh siswa
(Bersambung)
Sumber : Sugito Adi Warsito, S.Pd Insruktur Penjas PPPPTK Penjas dan BK