Senin, 07 Juni 2010

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN JASMANI

Foto bersama sekolah lama
Abstrak
Pendidikan jasmani (penjas) sebagai bagian
integral dari proses pendidikan secara
keseluruhan. Penjas di sekolah mempunyai peran
unik di banding bidang studi lain, karena melalui
penjas selain dapat digunakan untuk
pengembangan aspek fisik dan psikomotor, juga
ikut berperan dalam pengembangan aspek kognitif
dan afektif secara serasi dan seimbang.
Kurikulum penjas 1994 meskipun telah dievaluasi
dan diadakan penyempurnaan dalam prosedur
penilaiannya yaitu menghilangkan nilai teori. Hal
ini tidak akan memecahkan permasalahan penjas
di lapangan, justru akan menambah permasalahan,
karena menyimpang dari tujuan yang
ingin dicapai oleh penjas di sekolah, yaitu pengembangan
aspek fisik, psikomotor, kognitif, dan afektif
secara total. Dalam era reformasi sekarang ini,
permasalahan yang harus ditanggapi secara arif
dan bijaksana oleh semua pihak, khususnya
dalam mereformasi bidang pendidikan perlu lebih
mengedepankan kepentingan bangsa dengan
cara mencarikan solusinya, dan tidak perlu mencari
siapa yang salah dan siapa yang benar, hal
ini tiada habisnya. Oleh karena itu, terobosan baru
perlu dilakukan khususnya terkait dengan masalah
peningkatan kualitas pembelajaran penjas di
sekolah.
Pendahuluan
Setiap negara yang merdeka tentu harus
mampu mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi
serta mampu membangun dengan kekuatan
sendiri. Menyadari hal itu para pendiri negara
Indonesia melalui pembukaan UUD 1945 alenia
IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pernyataan
ini diperkuat oleh pasal 31 UUD 1945
yaitu: 1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran dan 2) pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undangundang.
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan
pasal 31 UUD 1945 tersebut, pemerintah telah menetapkan
UU nomor 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional. Pendidikan nasional sebagai
suatu sistem dalam pelaksanaannya harus dipahami
sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu
dari semua satuan dan kegiatan pendidikan.
Hal ini mengandung pengartian, bila salah satu
dari komponen sistem yang ada tidak mendapatkan
proporsi sebagaimana mestinya, maka mustahil
bagi bangsa Indonesia dapat mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yaitu mewujudkan
manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian
mantap dan mandiri serta rasa tanggung199 Bab II Pasal 2).
Dalam sistem pendidikan nasional, salah satu
kegiatan pendidikan yang harus dilaksanakan
adalah program pendidikan jasmani dan kesehatan
(Penjaskes) sebagaimana tertuang dalam bab
IX pasal 39 butir 3 k. yaitu tentang isi kurikulum
bahan kajian pendidikan jasmani dan kesehatan,
merupakan salah satu bahan kajian kurikulum
pendidikan. Dengan kata lain, kajian pendidikan
jasmani dan kesehatan merupakan salah satu
wahana untuk mencapai tujuan pendidikan dalam
keseluruhan komponen sistem pendidikan nasional.
Penjaskes sebagai salah satu subsistem pendidikan
yang wajib diajarkan di sekolah memiliki
peran penting yang sangat sentral dalam pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya. Penjas
menurut Melograno (1996) dan AAHPERD (1999)
adalah suatu proses pendidikan yang unik dan paling
sempurna dibanding bidang studi lainnya,
karena melalui pendidikan jasmani seorang guru
dapat mengembangkan kemampuan setiap peserta
didik tidak hanya pada aspek fisik dan psikomotor
semata, tetapi dapat dikembangkan pula
aspek kognitif, afektif dan sosial secara bersamasama.
Cholik Mutohir (1990) juga menyatakan
bahwa tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa
pendidikan jasmani, dan tidak ada pendidikan jasmani
tanpa media gerak, karena gerak sebagai
aktivitas jasmani merupakan dasar alami bagi
manusia untuk belajar mengenal dunia dan dirinya
sendiri.
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN/
Pendidikan jasmani di sekolah meskipun telah
diakui perannya dalam pengembangan kualitas
SDM yang sempurna oleh pakar pendidikan
di manapun berada, termasuk di Indonesia. Namun
dalam kenyataan di lapangan, Penjas di Indonesia
belum mampu berbuat banyak dalam ikut
menciptakan manusia yang handal dari segi fisik
maupun nonfisik. Fenomena ini terjadi karena
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait,
diantaranya:
Pertama, kebijakan pemerintah mengenai
kurikulum penjas di sekolah yang harus diberlakukan
tidak sepadan dengan tujuan yang akan dicapai.
Hal ini ditandai oleh:
1) Perubahan nama bidang, namun tidak diikuti
isi program yang harus diajarkan,
2) tidak diperhitungkan dalam menentukan
kenaikan kelas,
3) pengurangan jam pelajaran pada sekolah
menengah umum atau hanya dijadikan sebagai
bidang studi pilihan,
4) penilaian hasil belajar tidak melibatkan aspek
kognitif,
5) tidak tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai, dan
6) kurangnya dukungan yang positif dari pihakpihak
yang terkait, misalnya kepsek, guru
bidang studi lain, dan orang tua siswa.
Kenyataan tersebut masih diperparah oleh
kebijakan pemerintah sejak tahun 1990-an yang
mewarnai arah pendidikan di Indonesia dengan
menitikberatkan pada pengembangan intelektual
semata, sedangkan aspek-aspek lain yang ada
dalam diri siswa kurang mendapat perhatian. Hal
ini, karena intelektual hanya dipahami sebagai kemampuan
menjawab soal-soal tes intelegensi
yang sebenarnya bercirikan sebagai intelegensi
logika matematika.